Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menegaskan pentingnya peran orangtua dalam mengawasi konten yang diakses oleh anak di internet.
DARA – Ini merupakan upaya pencegahan agar anak terhindar dari kekerasan seksual di ranah digital.
Demikian disampaikan Asisten Deputi Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) Kemen PPPA, Robert Parlindungan Sitinjak dalam menanggapi kasus pornografi anak melalui game online yang telah diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Dittipidsiber Bareskrim Polri).
“Kami Kemen PPPA menyampaikan keprihatinan adanya oknum-oknum yang menyalahgunakan internet, salah satunya game online untuk melakukan pelanggaran hukum, khususnya mengancam keamanan dan keselamatan anak. Saat ini, orangtua berperan penting untuk melakukan sensor mandiri dan menguatkan kemampuan literasi digital. Orangtua harus ada kesadaran bahwa penggunaan internet dengan tidak benar ini tidak main-main bahayanya untuk masa depan anak,” ujar Robert dalan Konferensi Pers di Markas Besar Polri, Selasa (30/11).
Lebih lanjut, Robert mengatakan, para orangtua perlu mengembangkan digital parenting untuk mencegah terjadinya kekerasan, utamanya edukasi pencegahan kekerasan seksual terhadap anak melalui internet. Digital parenting merupakan pengawasan dan pendampingan dialogis bagi anak dengan cara membangun ruang diskusi dengan anak, sehingga anak dapat memahami dampak konten bagi kesehatan jiwa, fisik maupun perkembangan mentalnya.
Selain peran orangtua, Robert menilai perlu adanya edukasi dan pelibatan anak untuk melaporkan konten di internet yang tidak aman atau pantas diakses oleh anak-anak.
“Pelaporan ini sudah kita lakukan melalui berbagai platform aduan ataupun bisa juga menggunakan fitur laporkan di media sosial. Selain itu, kami ada hotline layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129,” imbuhnya, seperti dikutip dari laman resmi KP PPA, Selasa (30/11/2021).
Komisioner Bidang Pornografi dan Cybercrime Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Margaret Aliyatul Maimunah sepakat mengenai pentingnya peran orangtua dalam mendampingi dan mengawasi anak dalam penggunaan gawai ataupun internet.
“Internet atau game sangat rentan melibatkan anak menjadi korban dalam berbagai bentuk kejahatan siber, bahkan dalam kondisi tertentu bisa memposisikan anak menjadi pelaku. Mengaca pada kasus di mana game online menjadi perantara terjadinya kasus kekerasan seksual online, ini tentu menjadi kewaspadaan dan perhatian kita bersama bahwa meskipun anak kita sedang di rumah bersama dengan kita, tetapi belum tentu aman dari kekerasan seksual online karena tidak perlu bertemu antara pelaku dengan korban,” ujar Margaret.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Ahmad Ramadhan menjelaskan, kasus ini terungkap ketika orangtua korban melapor kepada KPAI pada Agustus 2021 silam. Pelaku yang telah ditangkap pada 9 Oktober 2021 selama ini memanfaatkan salah satu game online dengan sasaran anak perempuan di bawah umur. “Modusnya adalah dengan membujuk rayu korbannya dan juga melakukan pengancaman,” imbuhnya.
Berdasarkan hasil penyelidikan, korban dari kasus ini merupakan anak perempuan usia 9-17 tahun yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Namun demikian, baru empat anak yang telah ditemukan identitasnya dan dilakukan pemeriksaan.
Melihat hal ini, Ahmad menekankan pentingnya pengawasan orangtua terhadap anak agar ke depannya kasus pornografi terhadap anak melalui game online tidak terjadi lagi. “Tidak menutup kemungkinan ini bisa terjadi di waktu kapan saja dan kepada siapa saja,” imbuhnya.
Kepala Sub Direktorat I Dittipidsiber Bareskrim Polri, Rainhard Hutagalung menjelaskan, pelaku akan dijerat Pasal 82 Jo Pasal 76 E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 29 Jo Pasal 4 Ayat 1 dan/atau Pasal 37 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dan/atau Pasal 45 Ayat 1 Jo Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Menanggapi kasus pornografi melalui game online tersebut, Kemen PPPA bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, KPAI, Badan Narkotika Nasional, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, serta Organisasi Pemerhati Perlindungan Anak tengah menyusun peta jalan perlindungan anak di ranah daring sebagai upaya pemenuhan hak atas perlindungan bagi anak-anak Indonesia.
Robert menegaskan, peta jalanan perlindungan anak ini penting untuk segera diselesaikan agar dapat mendorong terbentuknya regulasi yang lebih memerhatikan kepentingan anak, terutama di ranah daring.
“Saat ini Kemen PPPA sedang berproses menyusun peta jalan perlindungan anak di ranah daring untuk menjadi pedoman yang harus dipatuhi, dipedomani, dan menjadi acuan oleh seluruh Kementerian/Lembaga, dunia usaha, akademisi, masyarakat, dan seluruh stakeholder dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak di ranah daring,” ujar Robert.
Editor: denkur