Mengaku kerap mendapat laporan dari masyarakat terkait penahanan ijazah di sekolah, Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, Maulana Fahmi meminta pihak-pihak terkait segera melakukan upaya guna menyelesaikan masalah tersebut.
DARA – “Jadi memang saya tidak punya data soal berapa siswa SMA atau SMK atau mungkin saja Aliyah yang ijazahnya ditahan. Tapi memang ada yang lapor ke saya pribadi, bahwa mereka ijazahnya ditahan,” ujar Fahmi melalui sambungan telepon, Kamis (28/1/2021).
Fahmi mengatakan dengan banyaknya laporan tersebut perlu ada proses pendataan yang lebih serius dari dinas-dinas terkait.
Dicari penyebabnya mengapa harus dilakukan penahanan ijazah. Apalagi dari dinas terkait sudah dengan tegas mengintruksikan agar tidak terjadi kasus penahanan ijazah, karena hal tersebut bisa melanggar kebebasan anak untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Fahmi, penahanan ijazah tersebut terjadi karena ada masalah terkait keuangan dengan pihak sekolah, sehingga sebenarnya hal tersebut adalah persoalan antara orang tua dan sekolah. Perlu dilakukan musyawarah.
“Misalnya dengan musyawarah itu bisa dibayar dengan dicicil atau alternatif kedua diberikan keringanan yang biasanya menggunakan mekanisme surat pernyataan antara pihak sekolah dan orang tua, atau alternatif yang ketiga dibebaskan. Saya mendengar dibeberapa sekolah bisa membuat mekanisme terkait persoalan ijazah ini, dan membuat puluhan siswa dibebaskan (dari penahanan ijazah),” sambungnya.
Bagi pihak sekolah terutama yang bukan milik pemerintah harus bisa mengantisipasi sejak dini terkait masalah-masalah yang ada agar bisa menghindari penahanan ijazah siswa.
“Mungkin diantisipasi sejak siswa tersebut duduk di kelas dua, agar bagaimana merekayasa supaya hal ini tidak menjadi persoalan, saat menjelang kelulusan,” jelas Fahmi.
Pemerintah dan perangkat daerah mulai dari dinas pendidikan, dinas kependudukan, dinas sosial dan anggota legislatif harus bisa menyelesaikan kasus penahanan ijazah ini.
Fahmi menuturkan, dinas pendidikan bisa mencatat dan merekap berapa siswa yang setiap tahun terkendala dalam persoalan ini.
Kemudian dinas kependudukan dan catatan sipil bisa mengidentifikasi. Kalau misalnya masuk ke dalam kategori tidak mampu ada mekanisme yang berkaitan dengan dinas sosial, yaitu Kartu Indonesia Pintar atau Program Indonesia Pintar.
Dilakukan melalui dinsos itu dengan menggunakan anggaran dari APBD dan anggaran sosial, atau melalui lembaga lain yaitu baznas yang memiliki dana sosial untuk pendidikan. Itu mungkin bisa menyelesaikan persoalan ini.
Sementara itu, anggota legislatif dan eksekutif bisa mengeluarkan produk yang terkait dengan regulasi yang bisa menyelesaikan persoalan yang dialami para siswa.
Dibeberapa kota lain, bahkan sudah ada program yang dianggarkan dari APBD yaitu program rawan putus sekolah. Jadi ketika ada siswa yang tidak bisa membayar sekolah, maka bisa dibantu melalui anggaran sosial yang berasal dari APBD
“Permasalahan itu tidak diam bisa saja bermasalah dengan bulan pertama, bulan kedua dan bulan ketiganya orang tua bisa menyelesaikan. Nah apabila masalahnya tidak selesai bertahun-tahun, ini kan yang berbahaya, sehingga harus ada kerjasama dengan dinas terkait,” ujar Fahmi.***
Editor: denkur