Logo
Daerah

Bima Arya Bilang Jangan Ada yang Tertinggal dari Pembangunan

Wamendagri TutupTemu Inklusi 6 di Cirebon

Bima Arya Bilang Jangan Ada yang Tertinggal dari Pembangunan
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menutup Temu Inklusi 6 di Desa Durajaya, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon. (Foto: bambang/dara)

"Ini bukan acara basa-basi. Difabel benar-benar diberi panggung untuk menyuarakan langsung kebutuhan dan gagasan mereka,” tegasnya.


DARA| Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menutup  Temu Inklusi 6 yang berlangsung selama tiga hari, di Desa Durajaya, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. 

Dalam pidato penutupannya, Bima Arya menyampaikan pesan kuat: "Inklusi bukan sekadar wacana, ini adalah amanat konstitusi dan panggilan nurani. 

Tidak boleh ada satu pun warga negara yang tertinggal dari pembangunan, termasuk saudara-saudara kita penyandang disabilitas."

Acara dua tahunan yang diikuti lebih dari 600 penyandang disabilitas dari 24 provinsi ini, menurut Bima Arya, patut menjadi contoh bagi forum-forum pembangunan lainnya. 

Ia mengapresiasi penyelenggaraan Temu Inklusi yang dinilai jauh dari seremoni kosong, namun benar-benar menampilkan suara dan peran aktif difabel dalam proses pembangunan.

"Ini bukan acara basa-basi. Difabel benar-benar diberi panggung untuk menyuarakan langsung kebutuhan dan gagasan mereka. Ini bentuk inklusi yang nyata,” tegasnya.


Bima Arya secara khusus mendorong seluruh kepala daerah agar tidak lagi meminggirkan isu disabilitas dalam perencanaan pembangunan. Ia menekankan perlunya pelibatan nyata difabel dalam proses seperti perumusan RPJMD, RKPD, hingga musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).

Ia juga mencatat lima tantangan utama yang masih menghambat inklusi difabel di daerah:

1. Isu difabel belum terintegrasi dalam perencanaan dan penganggaran secara berkelanjutan.
2. Pendataan difabel belum merata dan minim keterlibatan organisasi difabel.
3. Aksesibilitas terhadap fasilitas umum masih timpang.
4. Kebijakan ketenagakerjaan difabel masih bersifat formalitas—sekadar memenuhi kuota tanpa dukungan pelatihan dan akomodasi memadai.
5. Partisipasi difabel dalam pembangunan masih belum bermakna.

“Saya akan instruksikan Disdukcapil untuk segera memperbaiki pendataan. Tapi lebih dari itu, saya minta seluruh kepala daerah untuk bersungguh-sungguh. Jangan cuma formalitas,” tegasnya.

Sebagai hasil utama, Temu Inklusi 6 menghasilkan 13 sektor rekomendasi yang langsung diserahkan kepada pemerintah pada sesi penutupan. Rekomendasi ini dirumuskan dari 13 diskusi tematik dan dua seminar nasional selama acara berlangsung.

Direktur SIGAB Indonesia, M. Joni Yulianto, selaku penanggung jawab Temu Inklusi 6 menegaskan bahwa event ini bukan seremoni atau kegiatan amal biasa.

"Temu Inklusi adalah forum pembangunan. Kami berharap 13 rekomendasi ini tidak berhenti di sini, tapi menjadi agenda prioritas yang dibahas kembali dua tahun mendatang,” ujar Joni.

Ia juga menambahkan bahwa kekuatan utama Temu Inklusi adalah interaksi langsung. Lebih dari 600 difabel tinggal bersama masyarakat desa selama tiga hari, belajar bersama, membangun pemahaman dan solidaritas dalam praktik, bukan hanya di ruang diskusi.

“Kami hidup bersama, saling belajar, saling memahami. Ini bukan hanya soal hak, tapi tentang kemanusiaan dan keadilan sosial,” tutupnya.


Editor: Maji