Bupati Cirebon Bela 13 Anak Terlibat Kerusuhan, Minta Publik Hentikan Stigmatisasi
"Bukan Penjahat, Mereka Anak Kita!"

Jangan matikan masa depan mereka dengan stigma.
DARA | Sebuah seruan menyentuh hati datang dari Bupati Cirebon, Imron, yang meminta masyarakat untuk tidak memberi stigma negatif kepada 13 anak yang kini berhadapan dengan hukum akibat aksi kerusuhan di Gedung DPRD Kabupaten Cirebon.
Di tengah sorotan publik dan gelombang opini di media sosial, Imron dengan tegas menyampaikan bahwa anak-anak ini bukan kriminal yang pantas dikucilkan, melainkan generasi penerus bangsa yang sedang tersesat dan butuh bimbingan.
"Mereka bukan penjahat. Mereka anak-anak kita, yang harus dibimbing dan dilindungi. Jangan matikan masa depan mereka dengan stigma," ujar Imron saat mendampingi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi, di Mapolresta Cirebon, Selasa (9/9).
Kehadiran Menteri PPPA di Cirebon untuk meninjau langsung ke-13 anak ini menunjukkan bahwa kasus ini bukan sekadar hukum, tapi juga kemanusiaan.
Pemerintah pusat memastikan bahwa **hak-hak anak tetap dijunjung tinggi, meski proses hukum tetap berjalan.
"Karena masih di bawah 18 tahun, pendekatan keadilan restoratif akan ditempuh," kata Menteri Arifatul.
"Ajakan Kolaborasi Nasional: Jangan Tinggalkan Mereka Sendirian!"
Imron mengajak semua elemen, dari pemerintah daerah, aparat penegak hukum, sekolah, organisasi sosial, hingga masyarakat luas, untuk bergandeng tangan membina anak-anak ini.
"Keberhasilan membina anak bukan tugas satu pihak. Ini tanggung jawab kita bersama. Negara harus hadir, masyarakat harus peduli," tambah Imron.
Selain pendampingan hukum, Imron menekankan pentingnya pemberian layanan psikologis, pendidikan karakter, keterampilan hidup, hingga penanaman nilai-nilai agama dan kearifan lokal.
"Tanpa iman, tanpa moral, anak-anak ini bisa kembali jatuh. Kita tidak boleh membiarkannya," ujarnya penuh harap.
"Fakta Mengejutkan: Mayoritas Anak Tak Tahu Tujuan Aksi"
Dalam pernyataannya, Menteri PPPA mengungkap fakta mengejutkan: banyak anak yang terlibat unjuk rasa justru tidak tahu apa tujuan aksi tersebut. Ini menandakan lemahnya literasi sosial dan perlunya edukasi damai.
"Kasus ini jadi pengingat keras bagi kita semua. Suara anak harus dihargai, tapi harus disalurkan dengan cara yang benar, bukan lewat kekerasan," kata Menteri Arifatul.
Kementerian PPPA kini tengah melakukan pendataan anak-anak lain yang terlibat aksi di berbagai daerah, dan memastikan mereka tidak ditinggalkan dalam proses hukum.
Publik diharapkan tidak hanya menjadi penonton, tetapi ikut terlibat dalam mendorong pendekatan yang lebih manusiawi bagi anak-anak yang terjerat kasus hukum. Karena pada akhirnya masa depan mereka adalah potret masa depan bangsa.
Editor: denkur