Konon Makanannya Busuk, Sejumlah Orangtua di Sukabumi Keluhkan Menu MBG
Perlu Divealuasi

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Sukaraja Sukabumi patut dievaluasi
DARA | Program MBG kali ini digelar Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Khasanah Ibu Bahagia.
Berlangsung di Jalan Raya Sukaraja, Kampung Neglasari, Desa Pasirhalang, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, beberapa waktu lalu.
Namun, program MBG ini malah menuati sorotan dari para orangtua siswa, terutama terkait menu makan yang disajikan.
Dikutip dari Radar Sukabumi, Rabu (7/10/2025), salah seorang orangtua siswa di SDN 4 Pasirhalang, Rizki Lestari (36) mengatakan, banyaknya keluhan terkait MBG ini sudah sering terjadi.
“Pernah anak saya bawa pulang jeruk busuk, lalu diganti salak kecil-kecil yang juga busuk. Kadang ayamnya bau, sayurnya asam, bahkan pernah ada ulat di sawi waktu menu mie ayam. Anak-anak jadi nggak mau makan,” kata Rizki.
Lalu, selain soal kebersihan menu yang disajikan juga kerap tidak sesuai dengan harapan. Banyak anak meminta menu seperti telur rendang atau ayam tanpa tulang, namun yang datang justru telur dadar tipis atau ayam bagian sayap.
“Anak-anak mintanya telur bulat, tapi katanya biar irit, dijadikan telur dadar tipis untuk dua kotak makan. Kadang saya lihat kualitas telurnya juga jelek, bisa jadi telur pecah yang dibeli murah. Kita nggak tahu kebersihannya seperti apa,” keluhnya.
Tak hanya lauk, porsi camilan (snack) yang disediakan pun dinilai tidak sesuai dengan ketentuan. “Katanya tiap snack ada dua item, tapi kadang cuma satu. Saya konfirmasi ke dapur MBG, alasannya selalu sibuk dan kejar waktu,” lanjutnya.
Dampaknya, lanjut Rizki, pernah ada siswa tiba-tiba merasa pusing, meski nggak sampai parah. "Saya selalu ingatkan anak-anak, kalau makanannya bau atau asam, jangan dimakan,” katanya.
Masih dikutip dari Radar Sukabumi, Ketua PK KNPI Kecamatan Sukaraja, Agus Mulyana membenarkan perihal keluhan orangtua siswa terhadap mutu makanan yang disediakan oleh dapur MBG di SPPG Yayasan Khasanah Ibu Bahagia Sukaraja tersebut.
“Setiap ada laporan dari teh Kiki atau orangtua siswa, saya bantu teruskan. Saya juga sudah hubungi Babinsa di wilayah, bahkan sampai dua kali melapor ke dapur MBG. Tapi hasilnya nihil, tidak ada perubahan,” ujar Agus
Agus menjelaskan, saat dirinya mendatangi langsung dapur SPPG Khasanah Ibu Bahagia, ia menemukan fakta mengejutkan. Yakni, proses memasak dilakukan tanpa melibatkan tenaga ahli gizi maupun juru masak profesional.
“Saya heran, masa nggak bisa bayar tenaga ahli. Minimal ada yang paham teknik masak massal yang higienis. Alasannya katanya mahal. Padahal program besar begini harusnya bisa dikelola profesional,” ujarnya.
Menurut Agus, menu yang disajikan dapur MBG kerap tidak sesuai dengan nilai gizi yang dijanjikan pemerintah.
“Daging ayam yang dibagikan sering bau, telur tidak pernah utuh rebus, selalu di dadar tipis-tipis. Bahkan katanya dua telur dijadikan satu lalu dibagi tiga porsi. Dari baunya saja sudah kelihatan tidak segar,” tuturnya.
Agus juga mengungkap, pengelola dapur beralasan kesulitan waktu dalam mengolah telur utuh rebus, karena dianggap terlalu ribet dan memakan waktu.
“Katanya kalau telur rebus harus direbus, dikupas, dibumbui, jadi makan waktu. Jadi mereka pilih dadar saja biar cepat. Tapi akibatnya kualitasnya rendah,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala SDN 4 Pasirhalang, Herni Idawati, mengakui pihaknya memang sempat menyampaikan beberapa kali komplain kepada pihak dapur penyedia. Namun demikian, setiap aduan selalu mendapat tanggapan cepat dari pengelola SPPG.
“Kalau ada keluhan kami langsung sampaikan ke dapur. Biasanya mereka langsung menanggapi dengan mengganti makanan yang kurang baik. Misalnya waktu itu buah jeruk sempat ada yang busuk, keesokan harinya langsung diganti,” kata Herni Senin (6/10).
Menurut Herni, dapur yang melayani SDN 4 Pasirhalang berada tak jauh dari sekolah, yakni sekitar 100 meter ke arah jalan raya, tepatnya di bawah Yayasan Khasanah Ibu Bahagia. Jarak yang dekat membuat komunikasi dan koordinasi antara pihak sekolah dan pengelola dapur cukup mudah dilakukan.
“Kami bersyukur mereka responsif. Tapi memang, dalam hal variasi menu masih ada yang diharapkan oleh orang tua siswa. Misalnya soal telur, anak-anak berharap ada menu telur utuh (bulat), bukan hanya telur dadar. Untuk ayam juga biasanya bagian sayap, jadi mungkin itu yang membuat sebagian orang tua kurang puas,” tuturnya.
Editor: denkur