Industri Pengolahan Tetap Tangguh, Indag Jabar Ingatkan Pentingnya Data
DARA – Sektor industri pengolahan terus mengukuhkan posisinya sebagai penopang utama perekonomian Jawa Barat. Berdasarkan data terbaru hingga Triwulan II-2025, sektor ini mencatatkan kinerja positif baik dari sisi pertumbuhan, kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), maupun penyerapan tenaga kerja.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Nining Yuliastiani, mengungkapkan bahwa sektor industri pengolahan di Jabar menunjukkan daya tahan yang luar biasa di tengah pergeseran dinamika pasar global.
"Industri pengolahan tetap menjadi tulang punggung ekonomi kita,” ujar Nining dalam keterangannya di Bandung.
Menurut Nining data menunjukkan adanya pergeseran pada sub-sektor pertumbuhan industri. Jika pada tahun 2010 industri makanan dan minuman memimpin dengan angka 8,7 persen, pada Triwulan II-2025 posisi pertumbuhan tertinggi kini ditempati oleh sub-sektor kertas dan barang dari kertas sebesar 6,1 persen, diikuti oleh kayu dan barang dari kayu sebesar 5,6 persen.
“Meskipun pertumbuhannya melandai ke angka 5,5 persen, industri makanan dan minuman tetap menjadi penopang utama yang stabil bagi industri Jawa Barat,” katanya.
Dari sisi kontribusi terhadap PDRB, industri logam masih menjadi basis utama meskipun mengalami penurunan dari 10,6 persen pada 2010 menjadi 7,7 persen pada Triwulan II-2025. Sebaliknya, sub-sektor tekstil dan pakaian serta makanan dan minuman justru menunjukkan tren peningkatan kontribusi masing-masing menjadi 6,2 persen dan 6,0 persen.
Nining juga menyoroti dominasi investasi di sektor ini. Data Triwulan III-2025 menunjukkan perbedaan karakteristik pada Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)."Investasi asing atau PMA di Jawa Barat saat ini didominasi oleh industri kimia dan farmasi yang mencapai 12,7 persen. Sementara itu, untuk investasi domestik atau PMDN, industri makanan tetap menjadi primadona dengan porsi 12,1 persen," jelas Nining.
Dengan capaian ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat optimistis bahwa penguatan pada industri padat karya dan hilirisasi industri kimia akan terus menjaga stabilitas ekonomi Jabar di sepanjang tahun 2025 serta memasuki tahun 2026. Namun pihaknya menegaskan jika kekuatan industri Jabar tidak akan terlihat secara utuh tanpa data yang lengkap di Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
“Sektor industri adalah penyumbang terbesar bagi perekonomian Jabar. Tetapi jika pelaporannya rendah, maka nilai tambah yang sesungguhnya tidak tertangkap. Kita menjadi undervalue, merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan kontribusi industri manufaktur mencapai Rp311,6 triliun atau 40,94% dari total PDRB Jabar," katanya.
Ia menambahkan bahwa banyak produksi industri di Jabar berbeda dari yang tercatat akibat rendahnya pelaporan. “Untuk mengejar target pertumbuhan Triwulan IV, kita tidak bisa mengandalkan pembangunan fisik. Satu-satunya cara adalah capturing data, mengambil data yang selama ini belum dilaporkan,” tegasnya.
Data terakhir menunjukkan tingkat pelaporan SIINas baru mencapai 33,5%. Rendahnya kepatuhan pelaku industri ini membuat perhitungan PDRB daerah tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Mengenai arah kebijakan, Nining menyampaikan bahwa Disperindag Jabar telah menyiapkan langkah percepatan pemanfaatan SIINas, mulai dari penyebaran informasi melalui e-mail dan WhatsApp, sosialisasi dan bimbingan teknis pendaftaran akun SIINas dan pelaporan triwulanan SIINas hingga pembukaan helpdesk untuk memudahkan industri dalam proses pendaftaran maupun pelaporan.
Ia menegaskan bahwa kabupaten/kota pun perlu terjun langsung mengawal industri di wilayah masing-masing agar tidak ada potensi data yang hilang atau tidak tercatat. Menurutnya, setiap pelaporan yang masuk merupakan bagian penting dari upaya mewujudkan data industri yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
